Kasus tanjung priok berdarah 2 {14 april 2010} akibat sistem rusak kelas 11
KASUSSA
TANJUNG PRIOK BERDARAH II (14 APRIL
2010) Akibat Sistem Rusak
Ø PEYEBAB MASALAH
Pada
tahun 1984 silam Tanjung Priok menjadi ajang pembantaian aparat terhadap umat
Islam, hingga seorang pemadam kebakaran harus membersihkan darah umat Islam
yang tingginya hampir se-mata kaki (sabili). Lagi-lagi umat Islam di dzalimi
oleh bobroknya system negeri ini, lagi-lagi umat Islam lah yang notabene
penduduk mayoritas negeri ini harus menjadi korban. Bukan hanya di Tj Priok
tetapi pembantaian seperti itu terjadi di darah-daerah lain seperti Lampung,
Ambon, Poso dll.
14
April 2010 kemarin, kembali umat Islam harus menelan kejamnya system ini.
Ribuan warga kembali bentrok dengan aparat yang memakan 2 korban tewas dan
ratusan luka-luka. Penyebabnya hampir sama dengan tragedy Tj. Priok pertama
pada tahun 1984, yaitu pelecehan agama oleh aparat. Kalau Tj Priok I disebabkan
oleh seorang aparat yang masuk ke mesjid tanpa membuka alas kaki, kalau Tj.
Priok II aparat atas izin pemerintah membongkar makam leluhur salah satu
penyebar agama Islam di Jakarta yaitu makam Mbah Priok atau Habib Hassan Bin
Muhammad Al Hadad untuk dijadikan taman.
Tanah
makam Mbah Priok itu menjadi sengketa antara pihak ahli waris dengan PT.
Pelindo. Pihak ahli waris memberikan bukti sertifikat kepemilikan tanah
tersebut, namun hakim berbicara lain. Di persidangan pihak ahli waris
dinyatakan kalah, dan diketuklah palu bahwa tanah itu milik Pt. Pelindo.
PT.
Pelindo mengirim pasukan POL-PP ke lokasi untuk melakukan penggusuran atas
areal makam tersebut. Dan pada saat itu pula warga tersulut amarahnya atas
kehadiran aparat POL-PP puluhan truk dan alat-alat berat di lokasi makam yang
mereka keramatkan tersebut. Warga menolak keputusan pengadilan yang memenangkan
PT. Pelindo atas kepemilikan areal tersebut.
Situasi
makin memanas ketika Ulama yang berada di lokasi menawarkan perundingan kembali
dengan POL-PP, namun salah satu petinggi POL-PP menolak hal itu dan berbicara
dengan nada menantang. “Tidak mau, kami mau perang”. Perkataan itu di perkuat
oleh Habib Rizieq Sihab Ketua FPI pusat dalam sebuah acara berita petang di Tv
One. Beliau juga mengatakan akan memberi identitas oknum POL-PP tersebut jika
dibutuhkan.
Perkataan
itulah yang kemudian membuat amarah warga semakin memuncak, yang akhirnya
terjadilah bentrok fisik antara warga dan aparat yang mengakibatkan 3 aparat
POL-PP tewas dan ratusan lainnya luka-luka serta kerugian yang besar di pihak
POL-PP. Pagi tadi detik.com menyebutkan POL-PP rugi 22M dari tragedy berdarah
tersebut. Berikut rinciannya ;
1.
Truk : 24 unit x Rp 295.800.000= Rp 7.099.200.000
2.
Operasional Panther : 43 unit x Rp 225.500.000 = Rp 9.696.500.000
3.
Operasional KIA Pick Up : 14 unit x Rp 727.500.000 = Rp 1.785.000.000
4.
Kendaraan Komando : 2 unit x 226.725.454 = Rp 453.450.000
5.
Kijang : 2 unit x Rp 120.000.000 = Rp 240.000.000
6.
Sepeda Motor Trail : 1 unit x 24. Rp 499.000 = Rp 24.499.000
7.
Helm Antihuruhara : 575 x Rp 500.000 = Rp 287.500.000
8.
Tameng Antihuruhara : 575 x Rp 979.000 = Rp 562.925.000
9.
Rompi Pulset : 575 buah x Rp 4.888. 000 = Rp 2.806.000.000
Total
Rp 22. 955.074.000 (detik.com)
Ada
kesamaan kronologi pada kasus Tj.Priok I dan II. Daerah konflik terjadi di
daerah yang sama yaitu Koja. Pada kasus Tj. Priok I warga bergerombol pergi ke
Polres dan kodim untuk mengadakan musyawarah terkait pelecehan agama yang dilakukan
oleh ABRI pada saat itu. Namun di tengah jalan mereka di hadang pasukan ABRI
bersenjata lengkap lalu menembaki mereka dengan membabai buta. Kata-kata kasar
seperti yang diucapkan oleh oknum POL-PP pun keluar pada kasus Tanjung Priok
1984. Seorang komandan ABRI berteriak “Bangsat…peluru abis. Anjing-anjing ini
masih banyak”. Skenario apa ini? Adakah isu SARA dibalik konflik ini? Benarkah
aparat akan mengulang tragedi Priok I?
Bermacam
versi kronologis kejadian pun keluar setelah konflik mereda, ada yang bilang
bahwa POL-PP di serang duluan oleh warga, ada juga yang berkata sebaliknya.
Namun jika mendengar keterangan yang sampaikan oleh Habib Rizieq pada Tv One
yang mengatakan bahwa POL-PP tidak mau berunding dan malah menantang perang,
maka jelaslah siapa yang pertama melakukan penyerangan.
Ada
yang bilang masyarakat salah paham, Makam Mbah Priok itu tidak akan di gusur
tapi akan diperindah. Tapi apakah ada keluar kata2 itu sebelum bentrok terjadi?
Kalau saja benar bahwa makam Mbah Prik itu akan direnovasi, rasanya tidak perlu
ribuan POL-PP berpakaian anti huru-hara lengkap beserta alat-alat berat itu
turun ke lokasi. Maka keterangan pemerintah yang mengatakan bahwa makan Mbah
Priok itu akan di renovasi terkesan dibuat hanya untuk menutup-nutupi kesalahan
saja.
Pemerintah
bertanggungjawab atas tragedi ini. Karena ketuk palu hakim atas rekomendasi
pemerintah. Tragedi semacam ini takan terjadi jika saja pemerintah tidak
serakah dan tidak selalu berorientasi UANG.
Hal
konyol terjadi setelah tragedi ini mereda. Aparat malah saling menyalahkan,
POLRI dan DPR-RI menyalahkan POL-PP, POL-PP menyalahkan POLRI dan Komnas HAM.
Mereka tidak mau bertanggungjawab atas keputusan yang menjadi bumerang bagi
mereka ini.
Penyebab
lain tragedi ini adalah Menurut surat kabar media Indonesia, ada 4 penyebab
tragedy seperti ini terjadi.
1.
tidak terlihat peningkatan yang sungguh-sungguh pada komitmen negara mencintai
rakyatnya.
2.
betapa buruknya negara menjalankan resolusi problem
3.
terjadi distrust yang parah terhadap peraturan karena semakin hari semakin
jelas bahwa penegakan hukum di negeri ini sangatlah manipulative
4.
buruknya civic education. Negara lalai mendidik warga agar memiliki disiplin
(Media Indonesia)
Ø
PENYELESAIAN
MASALAH
Pemerintah
dan kita semau harus mau mengakui bahwa system di negeri ini adalah system
buatan manusia yang sudah di pastikan KESALAHANNYA. Jangan heran kalo ada
istilah REVISI UNDANG-UNDANG, itu menunjukan bahwa sitem dan undang-undang
hidup negeri ini tidak sempurna. Kita tidak boleh dan tidak bisa menyangkal
bahwa sudah ada hukum dan undang-undang yang maha sempurna yang telah diberikan
untuk kita oleh Sang Pencipta. Tidak ada keraguan di dalamNya. Lalu kenapa
harus menunggu lama untuk menegakannya?
Kita
masih miris melihat penggusuran2 PKL dll yang dilakukan oleh aparat. Dengan
kejinya mereka merusak dan menghancurkan sumber pendapatan rakyat kecil itu,
hanya dengan alasan “keindahan kota”..konyol sekali bukan?? Tragedy Priok
berdarah II ini bisa dikatakan ajang pembalasan rakyat kepada aparat POL PP.
Demikian
bencinya rakyat kepada aparat, dikarenakan kinerjanya yang sewenang-wenang,
semau perutnya. Kenapa penangkapan terhadap masa dilakukan dengan terbuka
tetapi oknum2 aparat selalu di tutup-tutupi? Malukah?? Tidak perlu malu, kami
semua sudah tahu bagaiman bobroknya aparat di negeri ini.
Komentar
Posting Komentar